Jakarta|cahaya.news- Sidang pembacaan putusan kasus dugaan korupsi pengelolaan investasi saham dan reksa dana PT Asuransi Jiwasraya (Persero)), tetap akan digelar Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Senin, 12 Oktober 2020. Meskipun Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sedang ditutup (lockdown) sejak 7 - 16 Oktober 2020 karena ada 2 orang ASN di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dinyatakan positif Covid-19.
"Acara putusan persidangan PT Asuransi Jiwasraya (Persero) tetap akan digelar pada Senin, 12 Oktober 2020,"ujar Humas Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Bambang Nurcahyono, dalam keterangan tertulisnya Rabu (7/10/20). Pengadilan Negeri Jakarta Pusat akan membatasi pengunjung sidang dan awak media yang masuk diruang sidang, dan tetap mematuhi protokol kesehatan Covid-19 selama sidang peradilan berlangsung.
"Yang masuk diruang sidang dibatasi, diluar kita menggunakan giant monitor,"tutur Bambang.
Dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan investasi saham dan reksa dana PT Asuransi Jiwasraya (Persero) terdakwa yaitu Direktur Keuangan Jiwasraya periode Januari 2013-2018 Harry Prasetyo yang dituntut Jaksa Penuntut Umum (JPU) dengan hukuman penjara seumur hidup juga denda Rp.1 miliar subsider enam bulan penjara.
Harry Prasetyo didakwa melanggar Pasal 2 ayat 1 jo Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 15 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sementara itu, Dr. Yenti Garnasih, SH, MH, Pakar Pencucian Uang (TPPU) menilai, pledoi eks Direktur Keuangan PT Asuransi Jiwasraya (Persero) Harry Prasetyo yang mengakui dirinya bersama Direktur Utama PT Asuransi Jiwasraya (Persero) Hendrisman Rahim melakukan manipulasi laporan keuangan atau window dressing bisa semakin memberatkan hukuman dari Majelis Hakim.
Menurutnya, Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat bisa menjadikan fakta tersebut sebagai faktor pertimbangan vonis. Hal itu juga berdampak kepada vonis hukuman empat terdakwa lainnya.
Yenti menambahkan, jika hasil penyidikan menemukan dugaan niat jahat, hal itu bisa jadi penilaian penting dari Majelis Hakim. Dalam kasus Tindak Pidana Pencucian Uang atau TPPU para terdakwa bisa dituntut dengan pelbagai pasal berlapis secara terpisah.
"Bisa dibebankan dalam pasal-pasal terpisah sehingga bisa jadi acuan Hakim dalam melakukan putusan kasus yang merugikan negara hampir 16,8 triliun. Terkait vonis itu nanti ranah Hakim. Namun melihat tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) itu sudah baik,"kata Yenti Garnasih di Jakarta, Rab, (7/10/20). ●ahmad●




Posting Komentar