Jakarta, cahaya.news- Penyidik Polsek Metro Menteng Jakarta Pusat, telah menetapkan Margaretha Sihombing sebagai tersangka, dalam kasus dugaan penganiayaan terhadap Dr. Ida Rumindang Rajagukguk, S.H, M.H, yang notabenenya istri anak pertamanya yang telah menjadi Jaksa di Kejaksaan Negeri Bandung bernama Theo.
Kasus tersebut sebelumnya telah dilaporkan Polsek Metro Menteng Jakarta Pusat pada, 26 Oktober 2020, dengan LP No. 251/K/X/2020/Sektor MT, Jakarta Pusat.
Belakangan ini telah ditetapkan sebagai tersangka. Namun, belum ada penahanan tersangka.
Menurut Direktur Organisasi, Dewan Pimpinan Pusat C.I.C (CORRUPTION INVESTIGATION COMMITTEE) Ahmad Hasibuan, terdapat kejanggalan dalam penanganan kasus ini.
Dirinya juga mempertanyakan mengapa saat ini belum dilakukan penahanan.
Padahal, Ahmad Hasibuan, dalam kasus itu polisi telah menetapkan Margaretha Elfrida, jadi tersangka.
" Harusnya karena ini tidak pidana yang termasuk dalam penganiayaan, pihak kepolisian tidak tebang pilih dalam melakukan tindakan penahanan.
Apalagi ini sudah diketahui publik," kata Hasibuan kepada cahaya.news, Senin (5/10/2021).
Ahmad Hasibuan meminta, polisi tidak bermain api' dalam penanganan kasus tersebut karena telah mendapat perhatian publik.
" DPP C.I.C berharap polisi tidak main-main menangani kasus ini. Kami minta tersangka harus di tahan," katanya.
Tidak hanya korban yang menginginkan keadilan, tetapi saya sebagai Direktur Organisasi C.I.C menginginkan adanya keadilan atas kasus tersebut.
Sementara itu Kanit Reskrim Polsek Metro Menteng AKP, Eka Paksi Saputra melalui Katim II Wawan, kepada awak media menuturkan, pihaknya sudah menyambangi kediaman orang tua tersangka di Bekasi. Selama kasus ini berjalan berada disana. Namun penyidik tidak menemukan keberadaan tersangka di sana. " Kami sudah meminta kepada orang tuanya tersangka agar bersedia koperatif, dengan menyuruh tersangka Margaretha datang ke Polsek Metro Menteng untuk memberikan.
Setelah dua kali kita panggil dan sudah hampir satu tahun kasus ini tersangka selalu mangkir," ujarnya.
Menurut Wawan, pihaknya masih melakukan pendekatan persuasif agar tersangka Margaretha bersedia datang menemui penyidik, untuk dimintai keterangannya," jelas.
Penyidik sudah beberapa kali menghubungi tersangka. Namun, pihaknya selalu kesulitan karena ponsel tersangka sering tidak aktif.
" Kami juga sudah meminta kepada orang tua tersangka agar membujuk anaknya untuk koperatif datang memenuhi panggilan penyidik.
Tersangka orang yang mengerti hukum, berpendidikan S2 hukum, seharusnya mengerti. Jika ia sudah dua kali mangkir, maka tersangka memahami resikonya. Jangan sampai kami menggunakan kewenangan yang kami miliki, yaitu menjemput paksa tersangka dimana pun berada. Kewenangan penyidik itu dilindungi Undang-Undang. Artinya tersangka bisa saja kami jemput paksa pada saat dimana atau bertemu orang," jelas Wawan.
" Tetapi kami penyidik punya batas kesabaran karena kami menjalankan tugas hukum yang amanahkan negara, namun tetap Presisi sesuai diperintahkan Kapolri," tambahnya.
Melalui sambungan telepon selulernya, Senin, (4/10/2021) Advokad Senior dan Pakar Hukum, Dr Djonggi Simorangkir, S.H, M.H, kepada cahaya.news mengatakan, dugaan penganiayaan itu terjadi di Apartemen miliknya di Jl. Teuku Cik Ditiro, Menteng Jakarta Pusat, Kamis, (22/10/2020) malam.
Ketika itu, tersangka datang bersama tiga temannya, Bachtiar Marasabessi, Hairia Marasabessi, dan Nurdamewati Sihite.
Tersangka tadinya hanya mau menjemput anaknya, tiba-tiba membuat keributan. " Istri saya tiba-tiba didorong keras hingga terbentur kepalanya siku lemari kaca," kata Djonggi.
Dari hasil visum et repertum di RSCM, kepala Ida Rumindang, S.H, M.H (62) tahun mengalami luka memar. Margaretha juga menampar dahi Ida Rumindang, dan meninju dada sebelah kiri berkali-kali. Akibatnya, otot dada Ida Rumindang Rajagukguk mengalami cedera. " Istri saya sulit setiap kali bernapas dan merasa kesakitan. Mau tidur telentang atau berbalik badan, ia selalu menjerit menahan sakit," jelas Djonggi Simorangkir.
Dr. Djonggi Simorangkir, S.H, M.H, juga mengatakan, dirinya tidak menyangka kalau perilaku menantunya itu sangat jahat, tidak bermoral dan seperti orang gila.
" Ternyata ucapnya, ibarat kata pepatah, lupa kacang di kulinya. Padahal, saya bantu dia sampai jadi Advokat di Pengadilan Tinggi Jakarta, kuliah Notariat/PPAT di Universitas Padjadjaran Bandung, dan mengambil spesialis Kurator di Jakarta. Saya memberikan segala macam fasilitas termasuk tabungan ratusan juta rupiah, perhiasan mewah dan mahal satu set, termasuk untuk cucu, tidak sedikitpun berterima kasih. Ia kabur dari rumahnya dan tidak mau pulang ke Bandung, dengan alasan kerja di Jakarta gaji 25 juta. Seharusnya dia menemani suaminya sebagai Jaksa di Bandung dan mengurus kedua anaknya," tutur Djonggi.
Djonggi menambahkan, rumah tinggal yang baik dengan segala fasilitas, mobil, makan tidak bayar, pembantu, beby syster, berikut tabungan untuk cucu-cucu saya ratusan juta rupiah dan sebagainya. Justru ia menganiaya juga mengancam ibu mertuanya bahkan menjelekkan nama baiknya," ujarnya.
Awalnya, Djonggi menilai dan berprasangka baik karena berasal dari keluarga terhormat. Orang tuanya seorang pendeta (mantan Sekjen HKBP) dan ibunya seorang guru. " Ternyata, saya salah sangka. Sepertinya ia hanya memikirkan harta benda," tuturnya dengan rasa penuh penyesalan.
Terkait berita yang akan dipublikasikan Wartawan cahaya.news, Sabtu, (4/10) berusaha mengkonfirmasi tersangka Margaretha Sihombing via messenger namun yang bersangkutan tidak menjawab messenger yang dikirimkan.
**Pemimpin Redaksi**







Posting Komentar